Pancasila dan Sayap Garuda

5104226627001_5244682653001_5214868250001-vs

Di bawah naungan awan, kemilau hijau daun-daun surga bercahaya, memantulkan sinar keemasan mentari jingga. Nusantara yang ceritanya bergema hingga di ujung dunia, berdiri kokoh pasak gunung-gunung api. Seribu aksara dan kata mewarnai budaya. Doa di tiap langkah dan tingkah menguntai jiwa. Mengikat sukma pada Hyang Widhi, menjelma santun pada pertiwi.

Langit adalah ayah, Bumi adalah bunda, segala yang hidup adalah saudara. Insan yang hampa akan kuasa, menyungging senyum para pertapa, menyejukkan jiwa di tiap kata, menjadi lentera bagi sesama.

Apa yang digenggam adalah apa yang dipinjam. Apa yang kini telah datang kelak akan pergi dan hilang. Apa yang dicari akan hadir kembali. Apa yang dinanti akan senantiasa mengikuti.

Bintang-bintang menaburkan rahasia surga, menarikan melodi yang membuka cakrawala. Gajah dan Rusa menjadi tuan di rumah jenggala. Angin dan hujan menghalau terik ke ujung samudra. Segara mengalunkan ombak membawa sampan.

Apa yang merupa nilai dan menaungi ini semua, jika bukan Pancasila dan sayap Garuda.

Continue reading “Pancasila dan Sayap Garuda”

Broken Man Lyric (Bukan Dia Tapi Aku english version)

i love that song, then i re-write it in English version. enjoy.

ENGLISH version of “Bukan Dia Tapi Aku” JUDIKA

“Broken Man”

 

again and again

pour me with those pains,

again and again

you stab me from behind,

don’t you understand,

here i’m dying in vain,

the heart in your hand-

belongs to this broken man,

 

*even for a man

it’s so hard to pretend,

erasing a shade of somebody’s presence

this consequence

no love to be remained

i’ve done what i can,

now it all comes to an end

 

[reff:]

Oh baby,

what if i’m gone to leave you alone

you’ve turned me into broken down

all alone, all alone, into broken down.

 

*even for a man

so hard to pretend,

erasing a shade of somebody’s presence

this consequence

no love to be remained

i’ve done what i can,

now it all comes to an end

 

[reff:]

Oh baby,

what if i’m gone to leave you alone

you’ve turned me into broken down

all alone, all alone, into broken down.

 

Oh baby,

why couldn’t i have the love i won?

weakened my feet to stand the ground.

to stand the ground, to stand the ground, for the love I won!

 

[bridge:]

could it be worse than i had feared?!

broke this love after all these years!

 

[reff:]

oh baby…yeah

(oh baby,)

what if i’m gone to leave you alone

you’ve turned me into broken down

all alone, all alone, into broken down.

 

(oh my love) oh my love

(dying to pull all of my hates down) dying to pull all of my hates down

strong enough to feel it all… alone,

(no more someone) no more someone

(not anyone) not anyone, to feel what you’ve done.

 

(no more someone) (not anyone) to feel what you’ve done.

to… me.

 

Penghuni Bahtera

“Penghuni Bahtera”   [22 September 2011] – perdana

 

Inilah bahteramu,

Retaknya sudah melebar,

Lubangnya sudahlah tampak,

 

Inilah bahteramu,

Yang kau perjuangkan kala itu,

Dan kau berjanji membawa kami,

 

Inilah bahteramu,

Kini tengah dihantam badai,

Terbelah, air membenam,

 

Inilah bahteramu,

Kalang kabut kau di atasnya,

Saling bergumul dalam sekoci,

Saling dorong dan todong,

Mencari selamat,

Kami bisa melihat,

 

Inilah bahteramu,

Kapal besar yang akan tenggelam,

Karam akan karma,

 

Inilah banteramu yang dulu kau tersenyum di atasnya,

sambil melihat kami tertinggal di pulau kecil,

Kini jangankan kau berani berenang ke tepian,

Pulau kecil kami haram bagimu,

 

Binasalah bahteramu,

Bersama janjimu membawa kami,

Bersama hancurnya hati kami,

 

Binasalah bahteramu,

Bersamamu dia tenggelam,

Inilah bahteramu…

Enam Matahari

“Enam Matahari” [22 Sept 2011]

 

Alkisah, negeri enam matahari,

Matahari yang kini membawa gersang di kemarau,

Menjanjikan damai yang hanyut oleh hujan,

 

Saat hari membawa membawa cahaya baru,

Tergantilah matahari dua musim,

Sayangnya gelap malam tak sirna jua.

 

Masa peralihan sangat hampa,

Bintang pun tak bercahaya,

Matahari baru tak juga bersinar,

Tak bersemi bunga di bumi pertiwi,

 

Akan tiba saatnya, musim itu,

Yang menghalau hujan tanpa badai,

Yang membawa matahari tanpa terik,

Di saat itu bayi pertiwi menangis kali pertama,

Itulah tanda perubahan.

Pen-Jiwa-an

picture link: http://www.demotix.com/news/393360/fashion-show-four-young-indonesian-designers

Menurut Rio (Tex Saverio, fashion designer 26 tahun), ia dapat menciptakan gaun fenomenal semacam itu karena selalu berpikir bahwa tiap rancangan memiliki jiwa tersendiri. “Ini adalah tentang jiwa. Saya ingin setiap karya saya memiliki jiwa. Itu akan membuat banyak perbedaan,” terang Rio. [dikutip dari Viva news (Kamis, 14 April 2011, 14:18 WIB).

_____________________________________________________

 

Saya tidak tahu, namun saya yakin ketika ia mendesain, tidak semata-mata menyatakan “desain adalah proyek”. Ia mungkin menyatakan bahwa “desain adalah karya”. Hal ini membuatnya berpikir: desain ini akan menjadi prototype diri saya. Maka ia tidak akan membuat desain hanya untuk memenuhi janji pemenuhan tenggat waktu atau memenuhi permintaan klien.

 

Desain adalah karya. Setiap awal membuatnya, ia akan merasakan dari dalam, bagaimana karya ini akan hidup; bagaimana karya ini ingin terlihat sempurna; bagaimana karya ini akan “menjadi”. Ia menuruti yang namanya passion dan naluri, semua raga; nalar; dan pikiran akan terabaikan dan beralih sepenuhnya untuk “mencipta”, lebih tepatnya “berkreasi” dalam olahan ekspresi. Rasa khidmat dalam berkarya itulah yang akan membuatnya menikmati setiap detak jantung dan tarikan nafas dalam hidup.

Hingga akhirnya terbesit dalam hati: “saya tidak bisa hidup tanpa berkarya”.

 

 

Ia bisa melupakan hidup, melupakan waktu bekerja, melupakan saatnya makan malam, melupakan buruknya tempat ia mendekam, bahkan melupakan kebutuhan dirinya sendiri. Passion yang begitu hidup itulah yang akan menguasai diri dan kesadaran hatinya. Semuanya menjadi terarah di saat semua “di luar” hilang arah, semua menjadi begitu terang ketika semua “di sekitar” memulai petang, semua menjadi asyik (nikmat) walau keadaan duniawi kian menghardik. Inilah yang namanya lupa diri.

Lupakan fee dan nikmati berkreasi!

 

 

“Jangan paksakan saya berkaya menuruti kemauan Anda!” ini karya murni, karya yang dipilin dengan balutan emosi. Tanda mata ekspresi diri. Membuatnya bukanlah menguras tenaga, namun mengorbankan kesadaran jiwa. Bahkan melupakan siapa itu “saya” dan melupakan sepenuhnya dunia, tetapi “saya” ada untuk mencipta, melahirkan kebutuhan rasa: kreasi nyata.

“Jangan salahkan karya saya, namun mungkin salahkan saya, …ibunya.”

 

 

Penciptakan yang begitu agung ini selalu menjadi sakral bagi penciptanya.

 

 

Lupakan apa itu jaman, lupakan apa itu waktu, lupakan siapa itu klien, lupakan apa itu uang. fokus dan berkaryalah. Setiap desainer/artis (artist=seniman), menyimpan ruang kosong dalam hatinya untuk berkontemplasi. Inilah ruang pokok dimana ia menemukan sejenak segala yang bersumber pada pencerahan: naluri; hati; khusyuk; ruh; dan bahkan mungkin… Tuhan. Di ruang itulah ia bermeditasi jauh dari keramaian dan hiruk pikuk duniawi, merasakan keinginan jiwanya dan merasakan keinginan “jiwa baru” yang akan ia lahirkan ke dalam dunia (dalam bentuk karya).

Semakin dalam ia rasakan, akan semakin terbawa ia dalam nikmatnya ruang suci dalam dirinya. Segala inspirasi yang “murni” akan ia terima dengan tanpa beban dan tuntutan… hanya terlintas dalam-dalam dan terasa begitu “benar” dan “tepat”. Yap! “Inilah saatnya saya bergerak”

 

 

Dan bayi baru pun akan terlahir di dunia, merupa sang karya.

Goodday!

Well, saya merasa sangat bersemangat hari ini!

saya juga tidak pernah tahu kenapa, but who cares… mungkin karena hari ini memang hari baik. Ini bermula dari mimpi semalam (sampai tadi pagi), saya merasa di dunia “kocak”. bertemu dengan orang-orang kocak yang berkelakuan konyol. Sampai-sampai saya bisa merasakan saya tertawa di tengah tidur saya…

Melihat guru konyol yang mati kutu dikerjai siswanya, atau kekonyolan setiap orang-orang itu sendiri dalam mimpi cukup memuaskan. (persis melihat “congok momment” right in front of my eyes…).

And… the whites I wear today must be a good sign! Apapun hari ini jadinya, saya siap melewati hari! As we always said before: Life’s just like our thought, thinking good for living good, thinking bad for being the worst…. and… the dream is not about to be dreamed only, it should be more!

Cerita kecil ayah (catatan untuk anaknya)

(Senin, 22 November 2010) – 01.00AM

Pada malam Jum’at lalu, tanggal 17 November, saya dan ayah saya sempat banyak berbincang-bincang mengenai kehidupan masa lalu. Saat ayah saya dan orang tua beliau banyak belajar hidup dari alam, sumber kehidupan yang paling mulia. Ia mengatakan bahwa dahulu kita dapat berkomunikasi dengan alam, saling menyapa, dan saling memberi. Pada saat itu, kebijakan hidup dapat dikatakan: sebuah cara hidup manusia (menyatu antara alam dan manusia).

Saya yang minim pengalaman hidup ini mencoba merangkum perbincangan ayah saya saat itu dalam beberapa kalimat sederhana sebagai berikut:

 

 

1. Tuhan menciptakan segala sesuatunya seimbang dan sempurna.

Ayah saya tidak mengambil contoh mengenai keseimbangan visual perangkat tubuh manusia yang biasa dicontohkan oleh guru-guru pendidik setiap tahunnya seperti di sekolah. Beliau malah mengambil contoh yang lebih makro. Beliau menyatakan bahwa alam-alam itu diciptakan dengan saling menyeimbangkan dirinya sendiri, sebuah siklus hidup yang berputar selalu untuk mencapai tingkat yang paling baik. Daur kehidupan. Atau juga sebuah kesadaran kemandirian alam.

Seperti halnya keseimbangan asam-basa tanah, Tuhan menciptakan penyakit juga beserta obatnya. Kata beliau, “engkau tahu buah durian nak?! Kau tahu bagaimana cara menghilangkan bau durian setelah kita memakan buahnya yang enak itu? Cukup berilah itu air ke dalam ceruk-ceruk kulit durian dalam itu, dan cucikanlah tangan dan mulutmu di dalamnya…” ya, ayah saya yang memberi tahu saya mengenai hal itu, dan dari dulu kami melakukannya. Hal itu benar menurut pengalaman saya dan saya sempat berpikir apakah sudah ada kajian keilmuan mengenai hal ini?!

Lalu contoh lain adalah kepiting. “saat ayah kecil, ayah pernah diajarkan oleh kakek ayah bagaimana mengobati sakit bekas capitan kepiting… caranya, cukup oleskan lendir dari punggung kepiting yang berada tepat pada antenna kecil dipunggungnya, maka sakit itu akan sembuh dengan sendirinya…”

Atau kata ibu saya. “ternyata cara mengobati bekas gigitan ular beracun adalah dengan memotong bagian ekor ular itu, kemudian tempelkan pangkal potongnya kepada bekas gigitan ular… nanti racunnya akan hilang,”

Saya belum pernah mencoba akan kedua hal terakhir itu. Walau kelihatannya menarik, tapi saya tidak terlalu baik berharap untuk dicapit seekor kepiting atau hanya sekedar digigit ular berbisa. Iya khan?!?

Keseimbangan alam ini akan terus bekerja, ia terus menyusun hal-hal untuk regenerasi diri. Untuk mendapatkan keadaan paling seimbang dalam sikliknya. “Bencana alam itu lumrah, itu bagian dari usaha alam menyeimbangkan diri…”

 

 

2. Tidak ada hal yang diciptakan Tuhan melainkan selalu ada hikmah
dibaliknya.

Ilmu falak kuno ternyata sudah lebih kompleks dari yang saya tahu saat ayah saya masih kecil. Ilmu perbintangan astronomi bukan hanya menyangkut dua belas rasi bintang mengenai “keungan, percintaan, dan karir”, tetapi juga mengenai cara hidup dan menciptakan kehidupan yang lebih maju. Percaya atau tidak astrologi kuno juga menyingkap perkembangan mendirikan sebuah rumah, atau sekedar tanda alam untuk sebuah kejadian di masa depan.

“Dahulu semasa ayah kecil, bintang-bintang di langit lebih banyak dari jumlah lampu di dunia. Kakek dari bapak menceritakan mengenai keajaiban pasir cahaya itu setiap malam… kami duduk di luar dekat sawah… sambil memandang ke atas langit yang setiap saat selalu berkilau mungil. Kau tahu bagaimana kami menemukan alat bajak sawah, nak? Kami melihat bentuk alat bajak itu dari sebuah rasi bintang… bentukannya sangat detail hingga besi bajak lengkung itu juga tergambar jelas… dari itulah kami mencontoh alat bajak yang telah berkembang menjadi seperti saat ini…”

Yah jujur saja, saya tidak tahu kalau kejadiannya begitu (masalah percaya atau tidak, saya hanya memberikan jatah 50%).

“seperti halnya alat bajak, kami juga membuat rumah dari ilmu bintang-bintang. Semua ada di langit. Bintang-bintang seperti surat dari surga untuk membimbing manusia…” tapi saya mohon jangan samakan dengan lafal dari Tuhan dalam surat-surat suci-Nya.

“di jaman dahulu, semua orang memiliki sense yang peka terhadap tanda-tanda alam. Bintang-bintang merupakan salah satunya. Kakek dari ayah bercerita apabila posisi bintang tertentu berada pada sisi bulan tertentu, berarti akan ada kejadian besar terjadi…” mungkin saat itu, menurut saya, ayah dan orang pada jamannya sangat mempercayai kekuatan alam adalah nyata.

Beliau dahulu mempelajari hidup dari alam. Menyelami alam, masuk ke dalam dunia belantara yang penuh tantangan dan rahasia Tuhan. Ilmu pengetahuan adalah pengalaman. Seperti obat-obatan kuno, jamu adalah sedikit rahasia alam yang dahulu dianggap sebagai racikan berkhasiat dan kini menjadi ilmu pengobatan. Daun-daun dan berbagai bunga bisa menjadi obat (walau terkadang rasanya sangat tidak enak).

Menurut beliau, hikmah (ilmu pengetahuan) dari setiap hal itu sebenarnya ada, tinggal seberapa peka kita terhadap pesan-pesan kalam Tuhan itu. Alam yang membentang ini bak kanvas yang berisi jutaan ilmu dalam sandi-sandi ajaib-Nya. Tersembunyi namun tampak, hanya saja kita peka atau pekok!? (he he he)

 

 

3. Segala kerusakan di bumi diciptakan oleh manusia sendiri.

“Gunung adalah sakral, para tetua luhur apabila sakit, cukup naik ke gunung, dan tengah ia kembali ia sudah pulih jua…” ternyata tidak hanya di tanah Jawa mengenai kesakralan gunung, di tanah Sumba juga ternyata…

“Tuhan memang menciptakan langit dan laut kemudian menciptakan daratan dengan gunung-gunung ditancapkan sebagai pilar-pilar pengokohnya… itu semua benar, nak… namun saat ini, gunung-gunung sudah dijajah, dijarah hasilnya, dikeruk intinya… gunung dan bukit adalah kesatuan, keduanya saling mengokohkan, nak. Jika saat seperti saat ini: bukit sudah dirampas tanah-pohonnya, dihancurkan batu-buminya, tak heran gunung-gunung api mulai labil… lha, tanah pengokohnya sudah diratakan… mau apalagi, kalau terjadi bencana, jangan coba salahkan alam,”

Alam itu tidak bisu, ia mendengar, ia berbicara, ia melihat dan merasakan dengan caranya sendiri. Bahkan berkali-kali mencoba berkomunikasi dengan manusia, namun terlalu sedikit yang mengacuhkannya.

“Nak, angin dan gunung adalah hal yang terikat. Dahulu orang-orang lebih memilih tinggal di kaki bukit. Membiarkan bagian puncak-puncak yang perawan adalah milik alam. Angin akan berhembus kencang dan terpecah kecil karena bukit dan gunung-gunung itu berdiri tegar. Oleh sebab itu, di kaki bukit, kita akan merasakan udara semilir kecil yang sejuk dan suasana yang tenang dan aman… seperti kalau kita tinggal di atas bukit.. namun sekarang, bukit dan gunung-gunung sudah dipancangkan pasak-pasak besar, bahkan hutan dan bebatu-nya digali dan diringkus dengan rakusnya, tidak heran tanah bukit kemudian melongsor, angin-angin berputar kencang, dan badai tak kunjung usai… itu adalah cara alam berbicara sebagai bentuk akibat, nak…”

Tuhan tak usah turun tangan untuk membinasakan manusia. Tangan suci-Nya terlalu bersih untuk menyentuh manusia-manusia kotor seperti kita ini. Biarkan saja hukum alam yang berkerja: Keseimbangan alam yang terus akan bergerak. Jika manusia bisa bebas menghancurkan alam, sah-sah saja bagi alam untuk berbuat sebaliknya.

 

 

4. Surga bukan ada di sana (saja).

“Surga diceritakan begitu indah, hijau menghampar dengan berbagai buah segar dan manis di dalamnya. Sungai-sungai berair susu dan madu mengalir di bawahnya…” apakah ini cerita mengenai alam dunia? Mungkin saja. Tapi saya yakin itu alam dunia ketika masih perawan akan dosa. Dunia dengan berbagai iklim utamanya tropis, akan memiliki jenis tanaman yang beraneka rupa lebih banyak. Serta keadaan tanah dengan geografis yang menghubungkan gunung dan laut terkaitkan oleh dataran-dataran yang berombak dengan aliran sungai-sungai yang deras. Surga bukan ada di sana (saja).

“Tuhan menuliskan kalimat penggambaran surga itu, agar kita berpikir, nak. Dia mengatakan bahwa segala sesuatu Ia ciptakan agar kita bepikir, bukan hanya bertindak… Ia menciptakan dunia ini untuk kita jaga. Sifat-sifat keindahan surga itu sebenarnya sudah ada di bumi ini sebagai modal… tentu semua bergantung pada bagaimana kita memanfaatkannya…”

“Manusia cenderung rakus akhir-akhir ini, semua ingin didapat, semua ingin disikat! Pohon-pohon dengan buah-buah yang beraneka tidak lagi tumbuh subur, mereka sekarat oleh udara yang berbau busuk dan air sungai yang beracun. Nak, sungai-sungai kemilau yang rasanya manis sudah jauh dari sifat surgawi, berubah menjadi sungai-sungai kotor tempat membuang dosa hubungan haram alih-alih lumbung limbah bagi pabrik-pabrik beracun..”

Yah, saya tidak heran kalau kita makin mengimpikan surga dan hanya cukup memimpikan saja…  mungkin dahulu para leluhur tahu, bahwa alam ini titipan Tuhan, dan karena mereka belajar dengan alam, tentu saja kedekatan hubungan “cinta” ini diwujudkan dalam rasa hormat kepada alam (sebagai wujud syukur kepada Ilahi).

 

 

5. Kebijakan kuno itu adalah ilmu rahasia alam yang belum terbongkar
sepenuhnya.

Menurut saya, semua itu adalah kebijakan-kebijakan kuno yang seharusnya wajib dikembangkan. Tidak hanya dijaga kelestariannya sebagai salah satu budaya dan kultur rakyat. Ini adalah pesan turun temurun para luluhur bersama alam. Kebijakan kuno ini hanya menunggu waktu hingga terbongkar rahasianya menjadi ilmu pasti. Sementara dahulu para tetua menyingkap dengan cara mereka dalam sajian mitos dan lagenda penuh fiksi.

Itu semua hanya ilmu pengetahuan yang menunggu untuk dipecahkan. Menunggu seorang yang tercerahkan untuk membongkar.

Saya ingat pada cerita ayah saya mengenai cerita kakeknya, “dulu sempat kakek berkata bahwa di masa mendatang saat ayah kelak dewasa… ayah akan menemukan besi-besi ini akan terbang melayang di langit…”

Cerita itu memang penuh fiksi, tapi saat ini itu adalah kenyataan akan ilmu pasti adanya jawaban untuk: pesawat terbang yang membawa ayah saya datang ke tanah jawa dan menemukan bagian dirinya, yang kemudian melahirkan saya sebagai simbol utuh kecintaannya terhadap Tuhan…

 

 

6. Manusia kini rakus dan egois.

Saat perbincangan itu, saya menceritakan pandangan saya yang sempit mengenai rumah tropis di Indonesia ini… saya mengatakan bahwa seharusnya rumah-rumah di Indonesia itu memilki atap-atap miring dengan sosoran yang lebar. Hal ini semata-mata sebagai adaptasi fisiologis rumah terhadap iklim tropis basah yang selalau membawa hujan sepanjang tahun.

Saya juga menceritakan, sebenarnya kita tidak membutuhkan rumah dengan cat warna-warni, kita sudah ada hias ukir yang indah dan rumah bergaya kepolosan pribumi yang begitu jujur terhadap iklim alam. “Gaya ‘minimalis salah kaprah’ itu telah merusak kebijakan kuno akan arsitektur pribumi, yah. Dahulu bahkan setiap ukiran memiliki kandungan filosofi sendiri yang kini malah dihilangkan menjadi dinding datar dengan gaya bebas penuh warna…. runyam…”

Ayah saya malah menimpali…

“Jangan begitu nak, biar saja rumah ini-itu berdiri, gaya ini-itu berganti, itu semata-mata karena manusia cepat berubah dan ingin mencoba hal baru… coba bayangkan kalau saranmu itu dipenuhi oleh semua rumah di kota ini saja. Rumah menjadi awet sangat lama, tak butuh cat, tak butuh banyak reparasi ini-itu… berapa banyak perusahaan cat yang harus hengkang dari kota ini… berapa banyak pengusaha kecil pasir dan semen untuk setiap atap datar yang kamu kurangi… dan juga berapa orang kecil yang hidup dari usaha perbaikan rumah yang kian tidak laku…. Biarkan saja rumah-rumah itu berdiri tidak sempurna, kita toh juga harus berbagi rejeki dengan mereka… berbagi lapangan kerja, supaya makin banyak yang bisa makan enak seperti kita…. Kamu jangan terlalau berpikir sempit dari sisi kamu saja, nak. Berpandanglah secara beragam dari berbagai sisi, supaya kamu tidak gampang menyalahkan segalanya dan biar kamu lebih berpikir positif dalam hidup…”

 

 

Yah, mungkin saja pesan-pesan ayah saya dalam bentuk cerita kecil  ini… bisa berguna bukan hanya untuk saya saja, tapi juga untuk kita dan dunia… bukankah kita selalu mencoba untuk memperbaiki hidup kita sebenarnya?!?! Saya rasa bukan hal buruk untuk kembali pada kebijakan kuno leluhur bangsa buana tengah ini.

Terima kasih ayah.